klivetvindonesia.com Sintang Kalimantan Barat, Pemahaman terhadap konflik dapat dibagi beberapa pendapat, dan salah satunya dianggap sebagai perbedaan antara dua orang atau lebih. Dan salah satu indikator penyebab konflik adalah kekuasaan.
Menurut Konsultan Independen, Happy Hendrawan, sebagian besar memahami konflik sebagai perbedaan antara dua orang atau lebih. Kemudian memahami manajemen konflik adalah upaya sengaja menciptakan konflik untuk tujuan yang ingin dicapai. “Dan pemahaman baru tentang manajemen konflik sebagai upaya mekonstruksikan konflik menjadi kekuatan konstruktif dan bermanfaat serta dipahami sebagai konflik yang terjadi karena adanya pertentangan kepentingan terhadap suatu objek akibat adanya nilai dan komoditas,” kata Happy, Selasa (27/10/2020).
Aktivis yang sudah lama malang melintang dengan persoalan konflik ini juga menyebutkan sumber konflik setidaknya ada empat. Pertama perbedaan pengetahuan dan pemahaman sesuatu hal (capacity) yang indikator penyebabnya yaitu intelektualitas, pengalaman, dan kesejahteraan.
Kedua, lanjutnya, perbedaan nilai dan kepentingan (value and interest), dimana yang jadi indikator penyebabnya terdiri dari keyakinan, kepercayaan, paham, dan ideologi. Ketiga perbedaan latar belakang personal (history) yang indikator penyebabnya meliputi etnik, budaya, dan kepemimpinan. “Dan keempat, perbedaan pembagian (alocation) dengan indikator penyebabnya yaitu keadilan, kekuasan, dan kewenangan,” kata Happy.
Dari sumber dan indikator konflik di atas, sambung Mantan Koordinator Konsorsium Ilegal Loging Kalbar ini, potensi untuk yang sumber dan indikator pertama yaitu kebodohan, ketidaktahuan, keterbelakangan, dan kemiskinan. Potensi dari sumber dan indikator kedua adalah provokasi, dendam, dan sentimen. Sedangkan potensi untuk untuk sumber dan indikator ketiga yaitu adaptasi, akulturasi, dan kepatuhan. “Dan keempat potensinya kecemburuan sosial, alienasi, arogansi, dan diskriminasi,” kata Happy sembari mengatakan manajemen konflik diharapkan dapat mengarahkan konflik menjadi bermanfaat bagi kemajuan dan pencapaian tujuan secara berdaya guna.
Ditemui di sela-sela acara, salah satu peserta Restiana Purwaningrum, mengatakan pelatihan manajemen konflik ini penting karena teman-teman CSO yang akrab dengan kerja-kerja pendampingan selalu menghadapi situasi konflik. “Konflik tidak mesti berarti besar dan melibatkan banyak pihak, tapi bisa juga konflik yang terjadi di komunitas sendiri,” kata Ketua Komunitas Sintang Membaca ini.
Kalau dengan konteks nya Sintang membaca, lanjutnya, sebagai komunitas yang baru tumbuh ternyata punya banyak sekali konflik yang terjadi dalam internal komunitas. “Nah materi-materi yang disampaikan dalam pelatihan ini sangat membantu kami untuk belajar mengatasi konflik,” tutup Lajang yang disapa Resti ini. (ami)
Kegiatan yang berlangsung mulai 26-28 Oktober 2020 ini dihadiri peserta kegiatan sejumlah 30 orang berasal dari perwakilan Lembaga mitra FKMS. Pelatihan dilakukan dengan beberapa metode yatiu Presentasi; Brainstorming; Diskusi Kelompok; Bermain Peran; Studi Kasus; Praktek/Simulasi; Experiential Learning, dan Ice Breaking. (ami)