Kartini dan Tafsir Feminis: Suara Perempuan yang Melampaui Zaman

Oleh : TONY SEMESTA 

 

Raden Ajeng Kartini bukan hanya tokoh emansipasi perempuan dalam sejarah Indonesia—ia adalah ikon feminisme lokal yang gagasannya lahir dari pengalaman hidup, refleksi sosial, dan keberaniannya melawan sistem patriarki yang menindas. Dalam tafsir feminis, Kartini adalah subjek aktif yang menantang struktur kekuasaan berbasis gender dan memperjuangkan kesetaraan melalui pendidikan dan wacana intelektual.

 

Kartini menulis dari dalam kungkungan rumah pingitan, tetapi pemikirannya melampaui dinding-dinding itu. Ia menyuarakan keresahan terhadap praktik ketidakadilan: pernikahan paksa, keterbatasan akses pendidikan, dan pembungkaman suara perempuan. Ia menolak menjadi “korban sunyi” dari sistem sosial yang menganggap perempuan hanya sebagai pelengkap laki-laki.

 

Dalam feminisme, perjuangan Kartini dapat dilihat sebagai bentuk agency—kemampuan bertindak dan menegosiasikan kebebasan dalam situasi terbatas. Melalui surat-suratnya, Kartini membangun jaringan pengetahuan, menjalin dialog lintas budaya, dan mengartikulasikan cita-cita tentang perempuan sebagai individu merdeka. Ia menulis bukan hanya untuk mengeluh, tetapi untuk membangun wacana, untuk mengintervensi pemikiran dominan.

 

Kartini tidak mendeklarasikan dirinya sebagai feminis, tetapi pemikirannya selaras dengan prinsip-prinsip feminisme: kesetaraan, kebebasan, dan pemberdayaan. Bahkan, ia menampilkan karakter feminisme interseksional—menyadari bahwa kelas, kolonialisme, dan budaya lokal turut membentuk ketertindasan perempuan di zamannya.

 

Hari ini, tafsir feminis atas Kartini penting bukan sekadar untuk memuliakan sosoknya, tetapi untuk menggali ulang warisan intelektual perempuan Nusantara yang kerap tersisih dari sejarah resmi. Dalam konteks ini, Kartini bukan sekadar simbol, tetapi suara yang hidup: menantang, menginspirasi, dan menggugah.

 

Memperingati Hari Kartini dengan tafsir feminis berarti tidak hanya mengenang nama, tapi melanjutkan pergulatan ide dan perjuangan. Perempuan hari ini masih menghadapi pelecehan, kesenjangan upah, dan diskriminasi struktural. Maka, semangat Kartini adalah ajakan untuk terus melawan, berpikir kritis, dan menuliskan masa depan yang lebih setara.

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *