K-livetvindonesia.com Sulawesi Tenggara.
Koordinator Wilayah (Korwil), Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) Solidaritas National Anti Korupsi dan Anti Makelar Kasus (SNAKMARKUS) Sulawesi Tenggara menduga ada oknum yang bermain sehingga terjadi pembiaran pengrusakan hutan mangrove sejak beberapa tahun lalu hingga saat ini di beberapa Desa, Kecamatan Lainea, Kabupaten Konawe Selatan. Hal ini di sampaikan Amir Amin, SH. melalui Ponsel Via Whatsappnya, Rabu, 06/01/2021.
Menurut Amir Amin, SH, berdasarkan informasi masyarakat setempat, pengrusakan hutan mangrove membuat panik warga sekitar.
“Masyarakat sangat resah dengan adanya pengelolaan hutan lindung atau hutan mangrove, adanya penebangan dan perusakan tanpa izin. Dan kami juga menduga ada oknum yang bermain. Dugaan kami penegak hukum di Kabupaten Konsel yakni Dinas Kehutanan dan Dinas Lingkungan Hidup (DLH) sangat lemah sehingga terjadi pembiaran pengrusakan hutan mangrove dari tahun ke tahun,” ungkap Korwil SNAKMARKUS Sultra.
Lebih lanjut Amir menjelaskan bahwa, Hutan mangrove tidak boleh di tebang atau di rusak. Seharusnya masyarakat dan pemerintah wajib melindungi dan melestarikan karena sangat banyak manfaat dan fungsi dari Mangrove (Bakau) di dalam kehidupan alam semesta.
Selain itu, tegas Amir, sangat penting pengawasan dan penegakan hukum terhadap pelaku pengrusakan hutan mangrove atau yang dikenal dengan sebutan Bakau. Ia juga menyarankan agar para pelaku yang telah menebang atau merusak mangrove dapat di pidana sesuai dengan aturan yang tertuang di dalam Undang-Undang Kehutanan dan Lingkungan Hidup.
Sambung Amir, mengutip undang-undang, tindakan atau sanksi yang diberikan terhadap pelaku dalam aksi pengrusakan hutan mangrove, dalam hal ini hutan bakau, tertuang di dalam Undang-undang (UU) Nomor 5 tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya. Hal itu dapat di pidana penjara paling lama 10 tahun dan denda paling banyak Rp 200 juta.
Selain itu juga, Ia menuturkan lebih jauh bahwa, pelaku pengrusakan hutan mangrove dapat dikenakan penjara paling lama 15 tahun dan denda paling banyak Rp 5 miliar berdasarkan UU Nomor 41 tahun 1999 tentang Kehutanan dan Penjara paling singkat tiga tahun dan paling lama 20 tahun serta denda paling sedikit Rp 1,5 miliar dan paling banyak Rp 50 miliar jika pelaku melanggar UU Nomor 18 tahun 2013 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan.
Dengan demikian, Amir Amin, SH, selaku Korwil LSM SNAKMARKUS Sultra meminta kepada Pemerintah Daerah (Pemda) Kab. Konawe Selatan yakni Dinas Kehutanan dan Dinas Lingkungan Hidup (DLH) bertindak tegas untuk menegakkan aturan, karena aksi pengrusakan hutan bakau (Mangrove) yang dijadikan sebagai tambak untuk usaha pribadi dapat merugikan banyak orang khususnya di wilayah Kecamatan Lainea dan di beberapa desa Lainnya,” pinta dia
(*Reporter, Ferdinansyah AT)